APA MACET HANYA JADI TRADEMARK
Macet. Seolah udah jadi ‘makanan sehari-hari’ penduduk
Mo kemana-kemana kita gag bisa buru2 atau mepet. Setidaknya kita harus lebih awal beberapa jam buat mastiin gag bakal telat. Coz segala sesuatunya gag bisa diprediksi. Kita gak bisa bilang dalam 30 menit, misalnya, udah bisa nyampe di skul. Kita juga gak bisa nentuin ‘durasi’ macet yang kita alami….Halah…halah….
Kalau bicara macet di
Pekanbaru,
Pekanbaru memang belum jadi
Dengan proses yang begitu mudahnya, tentu tak disangkal lagi bahwa hampir seluruh penduduk telah memiliki setidaknya 1 sepeda motor. Sudah cukup?. Belum!!
Mungkin 1 sepeda motor di bayangan kita sudah cukup untuk mendukung mobilitas suatu keluarga. Tapi, kenyataannya, hal tersebut tidak relevan lagi dengan tuntutan dunia sekarang yang serba cepat. Coba bayangkan jika suatu keluarga terdiri dari 4 orang anggota keluarga (sesuai dengan program KB), yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan 2 orang anak. Ayah, selaku kepala rumah tangga yang bertugas mencari nafkah tentu membutuhkan sepeda motor, lalu Ibu, yang meskipun hanya di rumah, tentu juga membutuhkan kendaraan untuk ke pasar atau untuk menjemput anak-anaknya dari sekolah. Sampai disitu, kita tentu sadar bahwa minimal sebaiknya tersedia 2 unit sepeda motor untuk satu keluarga. Jika kembali dihitung, tentu hasilnya dua kali lipat dibandingkan dengan asumsi 1 keluarga dengan 1 sepeda motor. Itu belum termasuk dengan jumlah kendaraan milik anggota keluarga lain yang meskipun mungkin sebenarnya belum terlalu membutuhkannya.
Sebenarnya, kondisi semacam ini lumrah terjadi pada
Untuk itu, mulai sekarang, sudah selayaknya kita tidak hanya menjadi pelaku pasif, namun mulailah untuk berperan aktif dalam menyikapi permasalahan ini.
Hal-hal yang dapat kita lakukan, antara lain :
Q Mulailah untuk mengurangi frekuensi penggunaan kendaraan.
Jika kita masih bisa berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan umum bukankah alangkah lebih baik kita untuk menghindari menggunakan kendaraan pribadi. Dari sisi biaya, tentu lebih murah dengan berjalan kaki atau naik kendaraan umum dibandingkan dengan harga minyak (BBM) yang harus kita keluarkan di tengah himpitan ekonomi akibat harganya yang melambung. Dari segi efektivitas juga demikian. Dengan berjalan kaki atau naik kendaraan umum, berarti kita telah mengurangi volume kendaraan di jalanan. Karena jika setiap orang mengendarai kendaraan pribadi tentu jumlah kendaraan sangat banyak dibandingkan dengan bila beberapa orang digabung dalam sebuah kendaraan umum. Hal ini jika dilakukan oleh semua orang tentu cukup signifikan menekan jumlah kendaraan yang menyebabkan kemacetan.
Lebih baik lagi jika pelajar seperti kita untuk menggunakan bus sekolah atau kendaraan lain yang disewakan untuk antar jemput ke sekolah. Selain relatif lebih aman dan biaya yang lebih murah, dengan bus sekolah ini kita juga diajarkan untuk tepat waktu dan dapat menjalin rasa kekeluargaan diantara teman-teman di bus.
Sebenarnya hal yang paling mendasar untuk kita lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi adalah gengsi atau pamor. Pelajar yang menggunakan kendaraan pribadi tentu merasa pamornya lebih tinggi dibandingkan mereka yang menggunakan kendaraan pribadi. Saya jadi teringat dengan cerita salah seorang teman. Dia bercerita tentang seorang siswa yang melanjutkan pendidikan di Pulau Jawa. Hal yang cukup membanggakan bagi almamater kami namun sekaligus ironi. Karena dia yang sewaktu di Pekanbaru menggunakan mobil pribadi ternyata ketika di Pulau Jawa pergi kuliahnya hanya dengan berjalan kaki. Tentu bukan masalah materi, namun kita tahu bahwa kemacetan di kota-kota di Pulau Jawa sudah parah. Kemacetan ini tentu dapat membuat kita frustasi. Biaya yang kita keluarkan jika menggunakan kendaraan pribadi juga pastinya lebih membengkak. Belum lagi jika kita menggunakan tol yang tarifnya terus naik. Sementara itu, di Pulau Jawa, berjalan kaki atau naik kendaraan umum sudah biasa dan menjadi kebiasaan banyak orang.
Q Hindari pembelian kendaraan pribadi yang sebenarnya belum terlalu kita butuhkan.
` Meskipun secara materi kita mampu untuk membeli kendaraan pribadi, namun jika sebenarnya hal itu belum terlalu dibutuhkan, sebaiknya kita tidak membelinya. Bagi orang yang sudah bekerja, kendaraan pribadi tentu sangat dibutuhkan. Lagipula mereka telah bisa membiayai diri sendiri. Sedangkan bagi para pelajar, hal ini belum terlalu urgen (mendesak) karena kita juga masih dibiayai oleh orang tua.
Mungkin alasan utama orang tua untuk membelikan anak-anak mereka kendaraan sendiri adalah kesibukan mereka yang tidak memungkinkan untuk selalu antar jemput anaknya ke sekolah. Hal ini dapat dimengerti. Namun dampak dari hal ini cukup terasa. Sudah tak terhitung lagi jumlah kendaraan yang dirazia polisi yang merupakan milik pelajar yang tak memilki SIM (Surat Izin Mengemudi) karena belum cukup umur. Lalu, sudah banyak pula kecelakaan yang merenggut nyawa para pelajar. Kenakalan remaja juga banyak bersumber dari hal ini. Karena dengan memiliki kendaraan sendiri. Para pelaja menjadi bebas untuk pergi kemanapun mereka mau. Sehingga orang tua tidak bisa mengawasi anak dengan optimal
Q Bersikaplah disiplin dalam memarkirkan kendaraan.
Q Patuhi peraturan lalu lintas
Q Jika terjebak kemacetan, jangan mau menang sendiri atau egois dengan mengambil jalan yang seharusnya untuk kendaraan lain. Usahakan kita tetap teratur dalam berkendaraan. Ingat, semua orang juga tak ingin terjebak kemacetan dan setiap orang juga ingin cepat sampai ke tujuan.
Q Jika memungkinkan, mengapa kita tidak berperan aktif saja untuk mengatur kemacetan lalu lintas?. Ketika saya di Jalan Harapan Raya kemarin, saya cukup kagum dengan seorang bapak yang dengan baiknya mengatur kendaraan yang terjebak kemacetan akibat lampu lalu lintas yang padam. Beliau bukan seorang anggota polisi, beliau adalah anggota masyarakat yang sangat peduli dengan kondisi lingkungannya. Sungguh suatu pemandangan langka di tengah masyarakat kini yang cenderung individualisme.
Posted at 09.41 | Label: A must read |
0 komentar:
Posting Komentar